"Salah Jurusan" 101: How to Do It Gracefully
If I could pick fancier title for this story, surely I'd write "How I Took Physics Major and Ended Up Working in Marketing", but that's too specific I guess. Ketika orang-orang menanyakan jurusan kuliah saya, banyak dari mereka yang berkomentar, "kok bisa sih ambil jurusan Fisika? Gue sih pas belajar di SMA aja pusing banget!" Atau kalau mereka mengetahui bidang karir saya sekarang bertolak belakang dengan jurusan kuliah saya, mereka akan bertanya, "kok gak nyambung?". Oke, disini saya ingin bercerita tentang fenomena 'salah jurusan' dari perspektif seseorang yang berkarir di luar jurusan kuliahnya, yang sewaktu kuliah pun ingin cepat-cepat lulus supaya bisa mencari kerja di luar bidang keilmuannya, hehehe. Juga ingin berbagi kepada teman-teman mahasiswa (atau yang memiliki teman atau saudara yang masih berkuliah) tentang mengapa merasa salah jurusan itu tidak apa-apa dan justru ada pelajaran yang bisa diambil di samping rasa frustrasi kita. Yang penting untuk diketahui: jalan karir kita bisa mengarah ke bidang apapun, bisa jadi sejalur dengan jurusan kuliah, dan bisa pula berbelok 90 derajat. Let's start.
If you asked me, do I hate Physics? Then the answer is no.
Kalau benci, tentu saya tidak akan menjatuhkan pilihan pada jurusan FMIPA setelah lulus sekolah dahulu. Saya selalu menyukai bidang sains dan tertarik akan bagaimana sains menjawab misteri-misteri yang terjadi di alam, serta mengamati ilmu fisis apa yang ada di balik suatu kejadian. Saya pun sebetulnya senang berhitung dan tidak alergi pada angka. Hanya saja, ketika angka tersebut dikombinasikan dengan huruf dan simbol, minat saya terhadapnya pun luntur perlahan. Singkat cerita, saya sadar bahwa saya tidak berminat untuk melanjutkan karir di bidang full science atau menjadi dosen maupun peneliti—karir yang diproyeksikan untuk mahasiswa Fisika murni pada umumnya.
Dan ada suatu cerita di tingkat dua yang menjadi titik balik kehidupan saya, dimana saya secara 'tidak sengaja' terpilih menjadi ketua bidang publikasi di suatu kepanitiaan. Setelahnya, perjalanan organisasi saya selama berkuliah tidak pernah jauh-jauh dari bidang publikasi dan artistik, yang intinya saya sering dipercayakan untuk memegang posisi yang berkaitan dengan proses visual design. Betul, selama kuliah saya cukup sibuk menjadi freelance designer yang tidak dibayar. Sampai-sampai setelah lulus kuliah saya iseng membuat portofolio berisi proyek-proyek 'gratisan' yang saya kerjakan selama masa kuliah, dan surprisingly isinya banyak juga. Hal ini membuat saya berpikir, kok saya mau-maunya ya ngasih extra effort untuk pekerjaan yang tidak dibayar? Tapi toh sebetulnya saya tidak masalah karena saya senang mengerjakannya. Dan di tahun-tahun setelahnya saya tersadar, ada dua hal di bangku perkuliahan yang berperan paling besar dalam membentuk diri saya hingga akhirnya bisa seperti sekarang: jurusan saya yang sering saya anggap 'salah', serta kegiatan organisasi saya.
I don't regret studying a major I didn't have passion into, because it essentially shaped me a lot.
Berkuliah di jurusan Fisika memang bukan passion saya, tapi jurusan ini secara tidak langsung membentuk diri saya untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis yang saya butuhkan di masa mendatang. Ketika memecahkan suatu masalah, saya selalu berusaha mengumpulkan data terlebih dahulu lalu menganalisisnya, kemudian hasil akhirnya digunakan untuk membangun solusi. Alur berpikir inilah yang kemudian saya sadari menjadi valuable thing dalam menjalani karir saya yang sekarang, dan membuat saya tidak menyesal pernah mengambil jurusan ini. Selain itu, berkecimpung di hal-hal yang berhubungan dengan desain saat berorganisasi pun membentuk saya untuk dapat selalu berpikir kreatif dan inovatif. Intinya, berlatih menyeimbangkan otak kiri saya yang mungkin sudah terlalu lelah untuk diajak belajar Fisika, hahaha. Saya pun jadi sadar kalau saya sebetulnya memiliki minat dan sedikit skill di bidang ini, namun sudah terlupakan karena lama tidak pernah menyentuhnya lagi. Dan pengalaman organisasi saat kuliah membantu saya untuk lebih menghargai diri sendiri, serta membuat saya percaya bahwa ternyata saya memiliki keterampilan lain di luar kemampuan akademik yang memang biasa-biasa saja. (FYI, setelah memasuki usia dewasa, saya sadar pula bahwa keterampilan-keterampilan kecil seperti basic design, content writing, social media management, public speaking, dan basic skills lainnya ternyata dapat berguna untuk mencari penghasilan tambahan dari side hustle!)
Let me tell you a little story of how my friends and I got a whole different careers after graduated from college.
Setelah bekerja, saya tidak memilih bidang desain karena ini hanyalah hobi kecil saya dan saya sadar tidak memiliki kemampuan untuk bersaing dengan anak-anak yang menempuh kuliah desain. Saya pun tentu saja tidak memilih karir yang berhubungan dengan bidang Fisika ataupun sains karena tidak passion. Tapi, setelah melewati proses pencarian kerja yang cukup panjang, jalan hidup justru membawa saya kepada karir di bidang marketing; bidang yang tidak pernah terpikirkan saat saya masih berkuliah dahulu (padahal menjadi ketua bidang publikasi di kepanitiaan erat hubungannya dengan marketing, ya?). Dan fortunately, bidang ini bisa membuat saya nyaman dan passionate dalam menekuninya. Karir yang sesuai keinginan saya: memerlukan porsi otak kiri dan otak kanan yang seimbang, kombinasi dari pengolahan angka dan kreativitas dalam berpikir. Di pekerjaan saya yang bisa disebut sebagai digital marketing consultant ini, saya sadar bahwa peran data dan analisis sangatlah penting meskipun tidak ada hubungannya dengan natural science, dan saya bersyukur pernah 'dipaksa' melatih kemampuan berpikir analitis selama berkuliah. Dalam bekerja, saya pun dituntut untuk berpikir kreatif dan bekerja sama dengan banyak pihak, dan pengalaman saya saat berorganisasi dahulu tentu sangat membantu saya dalam menjalankan hal ini.
Jadi, jika kalian merasa salah jurusan... nggak apa-apa, itu wajar. Banyak sekali orang di luar sana yang merasakan hal yang sama, dan juga orang-orang yang sukses di bidang yang tidak berkaitan dengan jurusan kuliahnya. Juga banyak orang yang menyukai jurusan kuliahnya, tapi justru berkarir di bidang yang jauh berbeda setelah menemukan passion mereka yang sesungguhnya. Bahkan teman-teman satu jurusan saya pun hanya 10 hingga 15 persen yang akhirnya berkarir sesuai jurusan kuliah kami, atau mengambil pendidikan lanjutan yang linear dengan jurusan S1-nya. Teman-teman saya justru kebanyakan berkarir menjadi data analyst atau data scientist, salah satu profesi yang menjadi most wanted job di era big data ini. Pertanyaannya, kenapa sebagian besar anak Fisika malah 'berbelok' menjadi data analyst? Bukankah semasa kuliah mereka hanya mempelajari rumus-rumus Fisika dan penurunannya? Apakah mereka cukup kompeten dibandingkan anak-anak jurusan IT ataupun data science lainnya? Jawabannya: ya, tentu kompeten. Karena saat berkuliah, mahasiswa Fisika terbiasa untuk mengasah kemampuan berpikir analitisnya, satu poin yang paling penting untuk dimiliki oleh seorang data analyst dan data scientist. Di jurusan saya pun banyak sekali mata kuliah yang berhubungan dengan coding, yang walaupun bahasanya berbeda dengan bahasa yang dipakai oleh seorang data analyst, tetapi alur berpikirnya tetap sama. Tools dan bahasa pemrograman dapat dipelajari dengan cepat di luar perkuliahan, tapi tentu saja alur berpikirnya harus dipahami terlebih dahulu. 'Bekal' inilah yang sangat membantu teman-teman saya dalam menjalankan karir mereka, setelah menemukan minatnya di bidang data dan IT yang tentu tidak berhubungan dengan Fisika. (Kalau ditanya, kenapa saya tidak menjadi data analyst saja? Kan sudah ada 'bekal'nya juga? Jawabannya adalah... karena saya tidak suka coding 😛)
"Tapi karena merasa salah jurusan saya jadi tidak semangat dalam menjalani kuliah. Lalu, apa dong solusinya?"
It might be hard to work in something you don't like, tapi ada beberapa tips yang bisa saya bagikan untuk kalian yang merasa salah jurusan:
- Bersabar dan tetap berusahalah untuk menyelesaikan kuliahmu. Kalau bisa, selesaikan tepat waktu. Semakin cepat selesai, semakin baik bukan? Kamu pun bisa semakin cepat mencari bidang pekerjaan yang sesuai dengan minatmu setelah selesai berkuliah. Kalau kamu memiliki kesulitan di bidang akademis sehingga merasa susah lulus, coba akali dengan cara mencari teman belajar, atau teman yang bisa ditanya maupun diajak berdiskusi saat kamu kebingungan.
- Ikutilah kegiatan organisasi untuk 'refreshing' dari kegiatan akademis. Syukur-syukur kalau bisa mengembangkan skill dan minatmu di organisasi yang kamu ikuti. Selain untuk 'refreshing', kegiatan organisasi juga tentu sangat berguna untuk mengasah soft skill dan menambah relasi!
- Cobalah lakukan kilas balik mengapa kamu memilih jurusanmu yang sekarang. Meskipun jurusan itu bukan pilihan utamamu, ketika kamu sudah menjatuhkan pilihan, pasti ada alasan di baliknya. Bisa karena dorongan orang tua, 'terlempar' dari jurusan impian, salah menentukan minat, ataupun sesederhana tidak tahu harus memilih jurusan apa. Tetapi, dengan memilih jurusan tersebut setidaknya kamu pernah memiliki interest terhadap jurusanmu meskipun sangat kecil, dan hal ini bisa kamu jadikan motivasi dalam berkuliah.
- Mulailah berpikir kalau jurusanmu ini akan berguna untuk karirmu di masa depan, sekalipun kamu tidak menyukainya. Meskipun karirmu nanti tidak berhubungan sama sekali dengan jurusan kuliahmu, percayalah pasti ada andil besar dalam masa-masa perkuliahanmu yang dapat membentuk kamu saat menapaki karir profesional; misalnya membentuk pola pikir atau perilakumu dalam menyelesaikan masalah.
- Lakukan research mengenai bidang karir apa saja yang sedang 'meroket' di masa sekarang. Banyak profesi yang mulai 'rising' dan sangat dicari perusahaan di era serba digital ini, contohnya di bidang IT, data science, dan digital marketing. Skill di bidang-bidang inipun bisa diasah tanpa harus mengambil jalur akademis, karena ada banyak sekali online course gratis yang bisa dimanfaatkan untuk mempelajarinya. Mulailah mengikuti kursus-kursus online tersebut, contohnya DataCamp, SoloLearn, HackerRank, atau Codecademy untuk belajar bahasa pemrograman. Selain menjadi data analyst atau data scientist, teman-teman satu jurusan saya pun banyak yang berkarir sebagai software engineer maupun website/app developer, dan meskipun tidak memiliki latar belakang IT, rata-rata mereka semua belajar otodidak dari kursus-kursus online ini setelah lulus kuliah. Saya sendiri sebelum dan setelah berkarir di bidang digital marketing sering mengambil kursus online di Google Academy for Ads untuk mendalami Google Ads, Google Analytics Academy untuk mempelajari web analytics, Hubspot Academy untuk belajar marketing, hingga belajar SEO dari masternya, Neil Patel. Selain gratis dan mudah diikuti, kamu pun bisa mendapat sertifikat resmi setelah menyelesaikan online courses-nya, lho!
So, if you feel uneasy about your major and your future, it's okay. Yang perlu diingat adalah salah jurusan bukan akhir dari segalanya, bahkan kamu belum memulai dunia karir yang sesungguhnya dan kamu pun masih punya kebebasan untuk mengeksplor banyak hal. Daripada terus mengeluhkan nasib salah jurusan, lebih baik memanfaatkan kesempatan belajar yang ada dan terus mengasah kemampuan selagi bisa, kan? Believe it or not, career life is dynamic, so many things out there that you can always learn.
Happy exploring!
Comments
Post a Comment